1. Pengertian Amr dan Nahi
Pengertian Amr
a. Amr menurut bahasa artinya suruhan, perintah dan perbuatan. Sedangkan menurut istilah yaitu tuntutan memperbuat dari atasan kepada bawahan.
b. Menurut mayoritas ulama’ Ushul Fiqh, amr adalah:
الفظ الدال على طلب الفعل على جهة الاستعلاء
Suatu tuntutan(perintah) untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya.
Pengertian Nahi
a. Nahi adalah: Tuntutan untuk meninggalkan secara pasti, tidak menggunakan “Tinggalkanlah”, atau yang sejenisnya.
b. Nahi adalah larangan melakukan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya dengan kalimat yang menunjukkan atas hal itu. Nahi dalam al-Quran disampaikan dalam berbagai gaya: Larangan secara tegas dengan kata نهى seperti dalam QS. Al-Nahl: 90
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَيَنْهَى
Larangan dengan menjelaskan bahwa suatu perbuatan diharamkan حرم seperti dalam QS. Al-A’raf: 33
c. Definisi yang lebih lengkap ialah:
هو طلب الكفّ على وجه الإلزام بلفظ غير نحو كفّ
Artinya:
“Tuntutan untuk meninggalkan secara pasti tidak menggunakan “Tinggalkanlah”, atau yang sejenisnya.
“Tuntutan untuk meninggalkan secara pasti tidak menggunakan “Tinggalkanlah”, atau yang sejenisnya.
2. Bentuk-bentuk Amr dan Nahi
Bentuk-bentuk Amr
a. Bentuk fi’il amr
b. Bentuk fi’il mudhari’ (kata kerja untuksekarang dan yang akan datang) yang disertai oleh lam al-amr (huruf yang berarti perintah)
c. Bentuk isim fi’il amr
d. Bentuk masdar pengganti fi’il
e. Bentuk jumlah khabariyah-kalimat berita yang mengandung arti insyaiyah, perintah atau permintaan.
Kata-kata yang mengandung makna suruhan atau perintah, wajib, fardlu, seperti :
a) Kata amrun
b) Kata fardlun
c) Kata kataba
d) Memberitahukan tentang adanya kewajiban dengan memakai kata ‘ala
e) Jawab syarat
Shigat al-Amr secara bahasa bermakna tidak mengandung adanya pengulangan perkara yang diperintahkan dan tidak menunjukkan bahwa yang diperintahkan itu harus segera dilaksanakan. Pengulangan dan penyegeraan melakukan perbuatan yang diperintahkan tidak ditunjuk oleh shigat itu sendiri, sebab maksud tersebut adalah tercapainya perkara yang diperintahkan. Maksud itu dapat tercapai lantaran telah dikerjakan walaupun hanya sekali saja dan pada waktu apa saja, jika terdapat qarinah yang menunjukan adanya pengulangan atau penyegeraan, maka qarinah itulah yang sebenarnya menunjukkan pengulangan dan penyegeraan.
Bentuk-bentuk Nahi
Dalam melarang suatu perbuatan, seperti disebutkan oleh Muhammad Khudari Beik. Allah juga memakai ragam bahasa, diantaranya:
a. Fi’il Mudhari yang disertai dengan La An-Nahiyah
b. Larangan secara tegas dengan menggunakan kata NAHA yang secara bahasa berarti melarang.
c. Larangan dengan menjelaskan bahwa suatu perbuatan itu diharamkan.
d. Larangan dengan memakai kata perintah namun bermakna tuntutan untuk meninggalkan,
3 Kaidah- Kaidah Yang Berhubungan dengan Amr dan Nahi
Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan Amr
Kaidah-kaidah amar ialah ketentuan-ketentuan yang dipergunakan para mutjahid dalam mengistinbatkan hokum. Ulama ushul merumuskan kaidah-kaidah amar dalam lima bentuk, yaitu :
Ø Kaidah pertama
Pada dasarnya amar(perintah) itu menunjukan kepada wajib dan tidak menunjukan kepada selain wajib kecuali dengan adanya qaninah.
Maksud dari kaidah tersebut adalah bahwa mengerjakan sesuatu pekerjaan yang dituntut oleh suatu perintah adalah wajib diperbuat. Tapi dalam perkembangannya amar itu bisa dimaksudkan bukan wajib,antara lain seperti berikut ini:
1. Nadab: anjuran sunah,
2. Irsyad : membimbing atau memberi petunjuk,
3. Ibahah: boleh dikerjakan dan boleh ditinggal,
4. Tahdid: mengancam atau menghardik,
5. Taskhir: menghina atau merendahkan derajat,
6. Ta’jiz: menunjukan kelemahan lawan,
7. Taswiyah: sama antara dikerjakan atau tidak,
8. Takdzib: mendustakan,
9. Talhif: membuat sedih atau merana,
10. Doa: permohonan,
Ø Kaidah kedua
“Perintah setelah larangan menunjukan kepada kebolehan”
Maksud dari kaidah ini ialah, apabila ada perbuatan-perbuatan yang semula dilarang ,lalu datang perintah mengerjakan, maka perintah tersebut bukan perintah wajib tetapi bersifat membolehkan.
Maksud dari kaidah ini ialah, apabila ada perbuatan-perbuatan yang semula dilarang ,lalu datang perintah mengerjakan, maka perintah tersebut bukan perintah wajib tetapi bersifat membolehkan.
Ø Kaidah ketiga
“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki segera dilaksanakan”
Misalnya tentang haji seperti firman Allah swt.
Misalnya tentang haji seperti firman Allah swt.
“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji”{ QS. Al-haji/ 22:27}
Dalam hadist Nabi saw dinyatakan: Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu{untuk melaksanakan}haji, maka berhajilah kamu.
Ø Kaidah Keempat
Padadasarnya perintah ini tidak menghendaki pengulangan{berkali-kali mengerjakan perintah}.Misalnya dalam ibadah haji , yaitu satu kali seumur hidup namun bila perintah itu dimaksudkan pengulangan,maka harus ada qarinah atau kalimat yang menunjukan pada pengulangan.Menurut ulama, qarinah dapat dikelompokan menjadi 3 :
1) Perintah itu dihubungkan dengan syarat,seperti wajib mandi setelah junub.
2) Perintah itu dihubungkan dengan ‘illat,seperti hukumm rajam kalau melakukan zina.
3) Perintah itu dihubungkan dengan sifat atau keadaan yang berlaku sebagai‘illat, seperti kewajiban shalat setiap kali masuk waktu shalat.
Ø Kaidah Kelima
Memerintahkan mengerjakan sesuatu berarti memerintahkan pula segala wasilahnya.Maksud kaidah ini adalah bahwa perbuatan yang diperintahkan itu tidak bisa terwujud,tanpa disertai dengan sesuatu perbuatan lain yang dapat mewujudkan perbuatan yang diperintah itu, seperti kewajiban mengerjakan shalat.
2.3.2 Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan Nahi
Ø Kaidah Pertama
Menurutjumhurpada dasarnya kaidah itu menunjukan haram. Seperti:“Dan janganlah kamu mendekati zina”{QS.al-isra / 17:32}”
Alasan dipakai Jumhur.
1) Akan dapat memahami bahwa sigat bentuk anhi itu menunjukan arti yang sebenarnya,yaitu melarang
6
2) Ulama salaf memahami sigat nahi yang bebas dari qarinah menunjukan larangan.
Sebagian ulama lain berpendapat” Pada dasarnya larangan itu menunjukan makruh”
Menurut kaidah ini ,nahi bermakna sesuatu yang dilarang itu adalah tidak baik.Karena itu tidak selalu bermakna haram ,tetapi makruh. Sebab makruh lah pengertian yang pasti.
Sigat nahi selain menunjukan haram ,sesuai dengan qarinahnya juga menunjukan beberapa arti ,antara lain sebagai berikut:
1) Bermakana Karaah, seperti: “jangan kamu shalat diatas kulit onta yang di samak”
2) Bermakna Doa, seperti:{Q.S al-Baqarah / 2:286}”
3) Bermakna Irsyad , memberi petunjuk , mengarahkan,seperti:{QS. Al-Maidah / 5:101}”
4) Bermakna Tahqir,menghina,seperti:{QS. Al-Hijr / 15:88}”
5) Bermakna Bayan Al-aqibah,seperti:{QS Al-imran / 3.169}
6) Ta’yis menunjukan putus asa seperti:{QS Al-tahrim / 66:7}”
7) Tahdid
Ø Kaidah Kedua
“Larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan kebalikannya”.Misalnya pada kalimat; “janganlah kamu mempersekutukan Allah”.Larangan mempersekutukan Allah berarti perintah untuk mentauhidkan-Nya.
Ø Kaidah Ketiga
“pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu”
Jadi larangan yang tidak dikaitkan dengan suatu syarat atau sebab. Seperti waktu atau sebab-sebab lain.maka berate diharuskan meninggalkan yang dilarang itu sepanjang masa.Namun bila larangan itu dikaitkan dengan waktu , maka perintah larangan itu berlaku selama ada sebab.misalnya pada kalimat“Janganlah kamu shalat ketika kamu dalam keadaan mabuk” {QS. An-nisa / 4;43}”
Ø Kaidah keempat
“Pada dasarnya larangan itu bermakna fasad {rusak} secara mutlak”
Rasulullah saw bersabda” setiap perkara yang tidak ada perintah kami, maka ia tertolak”Dengan demikian segala perkara yang dilarang berarti tidak diperintahkan, dan setiap yang tidak diprintahkan berarti tertolak, dan tertolak berarti batal.{tidak sah. Fasad}hukumnya
Rasulullah saw bersabda” setiap perkara yang tidak ada perintah kami, maka ia tertolak”Dengan demikian segala perkara yang dilarang berarti tidak diperintahkan, dan setiap yang tidak diprintahkan berarti tertolak, dan tertolak berarti batal.{tidak sah. Fasad}hukumnya
8
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. Amr adalah Suatu lafadz yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada irang yang lebih rendah untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak.
2. Nahi adalah larangan ialah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang-orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya.
3.2 Saran
Dengan pemaparan makalah tentang pengertian, bentuk-bentuk, kemungkinan hukum serta kaidah-kaidah yang berhubungan dengan Amr dan Nahi ini semoga kita dapat :
1. Dengan mudah mengetahui arti dan maksudnya dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya. Serta mendorong kita bisa mengetahui maksud dan tujuan nash Al-Qur’an dan Al-Hadits baik dari sudut teks maupun dari aspek makna.
2. Dengan mudah untuk membuktikan kelemahan dan kebodohan kita sebagai manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan kita, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah Swt, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.